Rabu, 20 Februari 2013

kematian sia sia karena overdosis


Kematian Sia-sia karena Overdosis Narkoba

REP | 24 January 2011 | 06:06Dibaca: 946   Komentar: 0   Nihil
Kalau saja epidemi HIV tidak berkaitan dengan penggunaan narkoba (narkotik dah bahan-bahan berbahaya) mungkin masalah narkoba ini tetap saja akan ’tenggelam’. Namun, setelah akhir-akhir ini kalangan LSM memunculkan kasus-kasus infeksi HIV di kalangan pengguna narkoba, khususnya penggunaan narkoba dengan jarum suntik (injecting drug user-IDU), narkoba pun kembali menjadi masalah besar.
Berbagai ragam dan versi yang menunjukkan angka pengguna narkoba pun muncul. Ada yang menyebut pengguna narkoba di Indonesia mencapai angka 1,3 juta. Di Jakarta disebutkan 10.000 siswa SLTP dan SLTA adalah pengguna narkoba. Kalangan mahasiswa pun disebutkan sudah ada yang memakai narkoba di luar keperluan medis. Di salah satu universitas swasata di Jakarta Barat, misalnya, ditemukan 130 mahasiswa yang memakai narkoba. Di kalangan aparat keamanan pun ditemukan kasus-kasus penggunaan narkoba.
Selain infeksi HIV, virus hapatitis B dan C penggunaan narkoba pun berkaitan dengan kematian karena penanganan overdosis (disingkat dengan istilah OD adalah kondisi karena kelebihan takaran obat atau zat yang dikonsumsi dengan gejala keracunan)yang tidak tepat. Data di kamar mayat RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan dari Januari 1999 sampai 22 Desember 1999 tecatat 61 kematian karena overdosis, delapan di antaranya wanita (Harian ”Suara Pembaruan”, 22/12-1999).
Sedangkan tahun 1998 data di Bagian Forensik FK UI/RSCM menunjukkan 33 kematian karena overdosis. Di RSCM sendiri pada September 1999 setiap malam rata-rata menerima tiga pengguna narkoba yang overdosis. Angka-angka itu tentu saja tidak menggambarkan yang sebenarnya karena kamatian di rumah atau rumah sakit lain jarang dilaporkan ke polisi sebagai kematian akibat penggunaan narkoba.
Kematian karena overdosis bisa terjadi karena berbagai faktor. Misalnya, ada penyakit lain yang terpicu jika overdosis. Kemungkinan lain kematian bisa terjadi karena kemasukan gelembung udara ke dalam pembuluh darah. ”Hal itu mungkin saja terjadi,” kata seorang dokter di Jakrta yang sering menerima pasien overdosis di tempat prakteknya.
Di kalangan IDU sering terjadi kecerobohan dalam menggunakan jarum suntik. Untuk mencampur bubuk narkoba, misalnya, mereka memakai air kran. Suasana di tempat penyuntikan pun terkadang remang-remang sehingga sulit memastikan apakah udara benar-benar sudah tidak ada di tabung dan lubang jarum. Kondisi mereka yang sudah agak ’teler’ pun tentu saja membuat mereka kurang awas terhadap risiko-risiko yang akan timbul dari ulah mereka.
Persoalannya, keluarga korban biasanya melarang otopsi sehingga tidak bisa diketahui penyebab kematiannya dengan pasti. Beberapa korban overdosis di RSCM, umpamanya, langsung dibawa keluarganya dengan cara paksa jika petugas kamar mayat melarang mereka membawa korban. Seandainya ada indikasi kematian karen gelembung udara yang masuk ke pembuluh darah melalui alat suntik yang dipakai ketika menyuntikkan narkoba bisa menjadi peringatan bagi kalangan pengguna narkoba dengan jarum suntik.
Ini amat erat kaitannya dengan pengurangan kerugian (harm reduction). Artinya, jika IDU itu tidak bisa lagi menghentikan ketergantungannya akan lebih baik jika mereka diberi jarum suntik steril dan menerangkan cara penyuntikan yang tidak mengundang bahaya agar mereka tidak mati sia-sia.
Bagaimanapun tentu saja tidak ada alasan untuk tidak menolong pengguna narkoba yang overdosis. Dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotik pada pasal 45 dan 46 (ayat 1, 2 dan 3) disebutkan pengguna narkoba perlu mendapatkan pengobatan dan perawatan. Jadi, jika dilaporkan ke polisi atau dibawa ke UGD (unit gawat darurat) di rumah sakit tidak perlu takut akan ditangkap polisi. Untuk itulah diperlukan kemampuan tenaga-tenaga medis mengatasinya. Ada baiknya juga cara-cara pertolongan pertama diperkenalkan kepada masyarakat agar bisa menolong orang-orang yang overdosis.
Jika angka seputar pengguna narkoba dibuat dengan objektif tentulah angka-angka itu dapat berbicara banyak. Tapi, ada dugaan kuat pusat-pusat pelayanan kesehatan hanya mengeluarkan angka pasien baru saja. Padahal, ada kemungkinan pengguna narkoba dan yang overdosis datang berulang kali. Tentu saja hal ini sangat disayangkan karena merupakan penggelapan fakta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar